KH. Drs. I. Solihin,
MSI
Keilmuannya Mengalir
Bagai Mata Air
Hidupnya penuh dengan
dinamika, terlahir dari keluarga miskin yang alim. Ayahnya bernama Saroji (Abah Oji)
seorang buruh bangunan. Saroji seorang santri yang dipilih okeh Kyai
Madrusmi untuk dinikahkan dengan putrinya bernama Sobariyah. Kyai lebih melirik
seorang santri yang soleh dan berilmu ketimbang menikahkan putrinya dengan
agan-agan (sebutan orang kaya di Tasikmalaya).
Abah Oji diberi usia yang panjang oleh Allah SWT hingga 113 tahun. Kendati usianya lewat satu
abad, matanya tetap tajam membca huruf demi huruf Alquran sampai akhir hayatnya ia terus
membaca Alquran.
Dari sekian saudaranya
KH. Drs. I. Solihin, MSi yang mendapat genetik keilmuan agama dari abahnya.
Sedangkan kepandaian sebagai seorang tukang bangunan malah ditelurkan kepada
menantunya. Hidupnya tidak mulus, Solihin muda pernah menjadi tukang kredit di Madiun
Jawa Timur. Ia menjajakan barang dagangannya dengan mengayuh sepeda berkeliling
kampung. Namun, kecintaannya kepada ilmu membuat dirinya melupakan rasa capek
yang telah diporsir selama seharian. Dirinya, selalu menyempatkan diri untuk
berbagi ilmu dengan mengajar di sejumlah masjid.
Keuletan dan
kesabarannya terus merangkak untuk terus belajar dan mengajar, prinsip yang tertanam di hatinya “ Kalau
tidak mengajar, ya, harus belajar” benar-benar dilaksanakan. Hidupnya
benar-benar telah diwakafkan untuk kepentingan mengajar. Sebagai seorang PNS ia
tidak pernah mengeluh bertugas di tempat yang jauh sekalipun. Selama menjadi
seorang guru ia pernah mengajar di Rancah, Kabupeten Ciamis, sebuah tempat yang
terpencil pada saat itu.
Di manapun ia menjalani
kehidupannya, ia selalu menabur benih keilmuannya dengan mengisi pengajian.
Kini diusianya yang sudah paruh abad, KH. Drs. I. Solihin, MSI hampir seluruh
kegiatnnya untuk kepentingan mengajar dan memikirkan seputar kegamaan. Ia aktif sebagai ketua MUI Kab. Tasikmalaya bid. Pendidikan dan
aktif di Cabang Nahdhatul Ulama Kab. Tasikmalaya. Kondisi kesehatannya sudah
menurun, tapi ia tidak henti-hentinya keliling untuk mengikuti kegiatan
pengajian ke setiap kecamatan, baik kegiatan pengajian NU maupun MUI.
Dia tidak pernah
menunda-nunda pekerjaan yang berkaitan dengan keilmuan, terkadang ia lupa waktu
saat mengajar santri. Dirinya
benar-benar menikmati saat mengajar, seolah-olah susah mencari titik untuk
berhenti. Mengajar santri tidak pernah melihat jarum jam. Padahal hampir
keseluruhan santri yang mukim di sana tidak hanya mondok tapi harus mengikuti
kegiatan sekolah formal. Jika mengikuti rangkaian mengaji ba’da subuh
seringkali santri kesaingan. Santri yang
iseng suka memutarkan jarum lebih cepat, agar mengaji lebih awal bubaran.
Dengan cara ini sekolah tidak kesiangan. (hmm… trik yang sering ketahuan dan
sering pula terulang..santriiii-santrii)
Kalau pepergian ke luar
kota, begitu tiba di pesantren tidak ada kata cape dan meliburkan pengajian
santri. Saat itu juga langsung mengambil kitab dan meminta santri untuk
mengikuti pengajian. Puluhan kitab terjemahan dan buku seputar keagaamaan telah
selesai dirampungkannya. Ia terkadang lupa waktu hingga semalam suntuk tidak tidur demi menyelesaikan sebuah
tulisan. Karena kurang tidur, ia penah sakit. Menurut hasil diagnosa dokter,
sakitnya itu disebabkan kecapean dan kekurangan gizi. Memang kalau sudah
keranjingan menulis KH. Drs.I. Solihin, MSI
terkadang lupa makan. Ia tidak pernah memperhatikan pola makan. Dia juga termasuk orang yang menyatap makanan
apa adanya. Soal makan dengan sambel
goang juga (cabe dan garam plus jalantah)
terlihat lahap menikmatinya.
Ia seorang kyai yang
sabar dan ulet dalam mengajar santrinya. Ketulusannya dalam mendidik santri, sering kali menjadi wasilah santri
yang sengaja dititipkan orang tuanya karena nakal menjadi santri yang alim.
Sebaliknya, ia menjadi bapak yang tegas terhadap anaknya terutama saat
mengajarkan ilmu agama.
Walaupun aktif
diorganisasi yang ada hubungannya dengan pemerintahan, ia termasuk ulama yang
tidak dekat dengan pemerintah tetapi tidak juga radikal. Dirinya, bahkan tidak
pernah mengunjungi kepala daerah secara khusus, kecuali mengikuti undangan yang
isinya kegiatan secara bersama-sama. Setelah acara selesai langsung pulang ke
pondok.
Pernah suatu hari ada
persoalan bagi waris yang sudah bertahun-tahun tidak kunjung selesai dan tidak
bisa dipecahkan. Ini terjadi di keluarga
salah sorang pejabat kantor kementrian agama Provinsi Jawa Barat. Mungkin
karena ada persoalan yang rumit walaupun sudah berkunjung ke sejumlah pesantren
untuk meminta dipecahkan, masalahnya tak kunjung juga menemukan kata sepakat.
Hingga masalah itu disodorkan ke KH. Drs. I. Solihin, ia mencermati dan
mengamatinya dengan teliti. Semua dalil
berdasarkan Alquran, hadist dan para ulama ia tulis lembar demi lembar
hingga berujung sebuah kesimpulannya. Alhamdulillah masalah itu bisa
terpecahkan dan diterima semua pihak.
Saat dirinya diundang
untuk jamuan makan dan sebagai rasa terimakasih, ia memilih tidak menghadiri
undangan ahli waris itu, tetapi malah mewakilkannya ke sejumlah pengurus NU
Kabupaten.
Ia juga termasuk orang
yang sangat selektif menerima bantuan. Pernah suatu ketika menantunya
mengajukan proposal pembangunan masjid lewat salah seorang anggota DPRD
Provinsi. Saat uang itu akan dicairkan ia menolak menerimanya. Alasannya,
karena ia tidak bisa mempertanggungjawabkan uang amanat itu secara benar. Uang
bantuan yang akan diterimanya tidak sesuai dengan tulisan di kwitansi, karena
disunat oleh fasilitator yang nilanya kurang pantas. Ia tidak memandang asal
diterima saja, walaupun uang itu hanya pemberian, tapi kata dia
pertanggungjawabannnya tidak akan menemukan hal yang benar. Atas kejadian itu
ia memilih membangun pesantrennya, mengalir seperti air. (**)
2 komentar
subhanallah
kalau di tasik ada seperti ini yach.
Silahkan Beri Komentar Saudara...